Transfer Embrio
Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betinda yang bertindak sebagai penerima sehingga resipien tersebut menjadi bunting (Hartantyo,1987)
Cara Kerja :
1. Palpasi Rektal
2. Pemeriksaan Ovarium
3. Gun Transfer Embrio dimasukkan ke arah cornua uteri yang memiliki corpus luteum
4. Embrio dikeluarkan melalui straw
Seleksi Hewan Donor dan Resepien
Seleksi sapi betina donor untuk transfer embrio harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomis dan genetik yaiu mempunyai produktivitas yang tinggi, sehat, mempunyai siklus birahi yang regular mulai pubertas. Angka cervix tiap konsepsi tidak lebih dari 2. Mempunyai kinerja yang baik dan tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan maupun gangguan reproduksi yang lainnya. Sedangkan syarat hewan resipien adalah sapi muda yang bebas penyakit, kinerja yang bagus dan proses kelahiran sebelumnya mudah. (Putro,1994)
Manfaat Transfer Embrio
Beberapa manfaat dari teknologi transfer embrio adalah
1. Meningkatkan populasi ternak unggul. Seekor sapi betina hanya mampu menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya, sedangkan dengan penerapan TE maka seekor sapi betina mampu menghasilkan 448 keturunan selama hidupnya (Rutledge,1987)
2. Dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh.
3. Import dan eksport embrio sebagai ganti ternak dewasa sehingga biasanya menjadi lebih ekonomis. Transfer embrio juga memungkinkan hewan melahirkan anak dari spesies lain, misalnya kuda melahirkan zebra, domba melahirkan kambing seperti yang ter jadi di Louisville zoo (Atmawidjaja,1987)
4. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku.
5. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
6. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul.
Superovulasi
Superovulasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan ova lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normalnya dengan memberikan hormon dari luar (Hartantyo,1987)
Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 - 50 mg (tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke sembilan sampai hari ke 14 setelah berahi.
Cara Kerja :
1. Pendeteksian corpus luteum
2 Penyuntikkan hormon FSH dengan dosis menurun hingga hari ke 4
3. Hari berikutnya penyuntikkan pgf2a, kemudian di IB
Sinkronisasi Birahi
Sinkronisasi birahi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengendalikan siklus birahi sekelompok hewan betina sehingga birahi terjadi dalam waktu yang bersamaan atau paling tidak dalam waktu 2 atau 3 hari. Dalam program transfer embrio teknik sinkronisasi birahi dapat dipakai untuk menyeragamkan stadium siklus birahi antara hewan donor dan hewan resipien. Pemindahan embrio dapat dilaksanakan dengan berjaderhasil ke dalam uterus hewan resipien jika stadium siklus birahinya bersamaan dengan keadaan uterus hewan donor (Toilihere, 1981)
Sinkronisasi perlu dilakukan setelah superovulasi agar waktu ovulasi terjadi dalam waktu bersamaan. Untuk keperluan ini perlu adanya induksi luteolisis dengan agen luteolitik yang sudah teruji manfaatnya adalah pgf2-alfa. Birahi pada sapi yang sudah di superovulasikan akan timbul dalam waktu 36-48 jam setelah pemberian pgf2-alfa. Untuk perlakuan sinkronisasi birahi betina resipien perlu diketahui terlebih dahulu siklus birahinya karena corpus luteum sapi peka terhadap pgf2-alfa hari ke-5 sampai 14 siklus birahi. Jika pada waktu corpus luteum peka diberi perlakuan maka birahi akan timbul 1-4 hari atau rata-rata 2 hari setelah penyuntikkan pgf2-alfa. Jika kita belum mengetahui siklus birahi sapi tersebut maka dilakukan penyuntikkan pgf2-alfa 2 kali dengan interval 10 hari (Hartantyo, 1987)
Cara Kerja :
1. Palpasi rektal
2. Pendeteksian ovarium apakah ada corpus luteum atau folikel. Apabila ada corpus luteum disuntikkan pgf2a
Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah peletakkan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) betina dengan menggunakan cara buatan dan bukan kopulasi alami. Teknik modern untuk inseminasi buatan pertama kali dikembangkan industri ternak untuk membuat banyak sapi dihamili oleh seekor sapi jantan untuk meningkatkan produksi susu.
Cara Kerja :
Palpasi rektal
Gun IB dimasukkan hingga cincin cervix ke 4
Sperma dideposisikan di cincin ke 4
Flushing
Flushing embrio yaitu proses memanen embrio hasil program superovulasi. Flushing dilakukan dengan memasukkan folley kateter kedalam uterus kanan dan kiri (lihat gambar). Dengan teknik tertentu, embrio diambil dari uterus kanan dan kiri donor menggunakan larutan fisiologis masing-masing sebanyak 500 cc.
Langkah kerja nya sebagai berikut;
1. Hewan donor dipersiapkan dengan memasukkan sapi ke kandang jepit
2. Daerah sekitar vulva dibersihkan dengan larutan ringer yang telah diberi serum 20%.
3. Anastesi epidural segera sebelum katerisasi. Manfaat anastesi yang diberikan adalah untuk mengurangi rasa sakit, mencegah pengejanan maupun pengeluaran kotoran yang mengganguu pelaksanaan pembilasan.
4. Setelah semuanya siap maka cervix perlu dibuka terlebih dahulu. Pemasukkan semua peralatan ke dalam alat reproduksi harus steril. Pembukaan cervix dilakukan sampai cincin ke empat cervix.
5. Bila cervix dibuka sepenuhnya dan selanjutnya disiapkan catheter foley yang sudah dimasuki stilet khusus
6. Stilet kemudian dicabut dan catheter dihubungkan dengan selang penyambung Y. Satu ujung dihubungkan ke botol penampung, sedangkan ujung yang lain dihubungkan dengan botol plastic 500 ml yang berisi larutan ringer yang ditempatkan lebih tinggi, sehingga media bisa mengalir, atau yang dimasukkan ke dalam pompa uterus otomotis
7. Setelah selesai, botol penampung kemudian dilepas, selanjutnya dilakukan evaluasi embrio
Evaluasi Embrio
Evaluasi embrio dilakukan di bawah stereo mikroskop dengan pembesaran lebih dari 40 kali. Embrio yang didapat harus mempunyai stadia yang relative sama, yaitu stadium morula (32sel), kompak morula (blastomer memadat menjadi masa yang lebih kompak), blastosis awal (mempunyai blastosel). Adanya embrio yang stadium pertumbuhannya kurang dari 32 sel menunjukkan adanya kelambatan pertumbuhan. Embrio yang didapat dari media pembilas diambil menggunakan mikropipet, selanjutnya dimasukkan ke dalam straw mini.
Faktor utama yang menyebabkan kegagalan program transfer embrio adalah besarnya variasi jumlah ovulasi sehingga respons superovulasi bersifat tidak dapat diprediksi (Betteridge dan Smith, 1988). Di samping bersifat tidak dapat diprediksi, respons superovulasi juga ditandai dengan rendahnya laju ovulasi dan embrio yang diperoleh (Heleil dan El Deeb, 2010). Kedua kondisi di atas disebabkan oleh 2 hal, yakni faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi hari siklus estrus ketika superovulasi dihasilkan, jumlah gonadotropin yang diberikan, kemurnian hormon FSH yang digunakan, dan metode pemberian gonadotropin, sedangkan faktor intrinsik berhubungan dengan status ovarium hewan ketika superovulasi dilakukan. Faktor intrinsik merupakan faktor utama penyebab rendah dan besarnya variasi respons superovulasi pada sapi dan kerbau (Guiltbault et al., 1991; Heleil dan El Deeb, 2010).
Terimakasih, Silahkan saran dan komentarnya :D
Makasih mba
BalasHapusboleh minta daftar pustakanya ga mba nanik? terima kasih sebelumnya:)
BalasHapus